Kamis, 03 Maret 2011

Kaskus berencana bangun cloud


“Rencananya kita mau bikin cloud sendiri…nantinya server ini bisa dipake startup-startup lokal yang nggak mau pusing ngurusin backend ITnya,” terang Andrew Darwis, Chief Technology Officer Kaskus kepada PCplus, di kantornya, kemarin. Wah, apa tuh cloud? Istilah satu ini seringkali di terjemahkan juga sebagai komputasi awan.
Cloud computing sendiri adalah kegiatan komputasi yang tidak terikat lokasi. Lokasi disini maksudnya, server sebagai sumber daya untuk melakukan komputasi dan storage untuk menyimpan data hasil komputasi yang sudah kamu lakukan bisa disimpan dimana saja. Tidak terikat satu perangkat tertentu. Sehingga, kamu bisa mengaksesnya dari perangkat manapun, baik PC, smartphone, dan lainnya. Besar kebutuhan komputasi dan penyimpannya pun bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Misalnya, saat kamu mendaftar ke layanan email, biasanya kamu bisa memilih berapa besar storage email yang akan kamu buat. Semakin besar storage email yang kamu pilih, konsekuensinya kamu mesti membayar lebih. Cloud computing ini memang umum kita temui sebagai layanan melalui internet. Selain email,layanan penyimpan file semacam 4shared dan dropbox, juga menerapkan sistem serupa. Begitupula dengan layanan penyedia blog, seperti wordpress ataupun blogger.
Dalam cloud computing, pengguna biasanya tidak memiliki infrastruktur, seperti storage ataupun server. Jadi, sistemnya adalah sewa sesuai penggunaan. Pengguna bisa meningkatkan sumber daya yang digunakan ketika kebutuhan meningkat, dan menurunkannya sewaktu-waktu ketika tidak banyak kebutuhan.
Fleksibilitas seperti inilah yang ditawarkan sejumlah vendor TI kepada institusi besar, seperti perusahaan misalnya, yang sudah memiliki infrastruktur sendiri. Masalahnya selama ini terjadi ketidakefisienan di data center perusahaan. Ketika permintaan komputasi meningkat dan data center tidak mampu memenuhinya, perusahaan tentu mesti melakukan pembelian perangkat keras baru. Seringkali peningkatan komputasi ini hanya terjadi di waktu-waktu tertentu saja. Misalkan pada waktu Lebaran bagi perusahaan telekomunikasi, dimana trafik komunikasi meningkat drastis. Pada waktu akhir bulan bagi perusahaan finansial, dimana mereka mesti memasukkan laporan. Selebihnya, perangkat tersebut lebih banyak nganggurnya alias nggak optimal digunakan. Bahkan, menurut Jurius, FSI-MDI Director Enterprise business HP Indonesia,”Sumber daya itu cuma terpakai 30%-nya saja.”
Untuk itu, vendor TI seperti HP, lalu menawarkan fleksibilitas cloud computing untuk diterapkan di data center institusi. Mereka pun menggunakan istilah private cloud untuk menamai solusi yang mereka tawarkan, Meski sebenarnya penggunaan istilah ini menimbulkan perdebatan karena menentang hukum cloud yang tanpa kepemilikan infrastuktur,
Keuntungan yang ditawarkan dengan menerapkan komputasi awan ini serupa dengan keuntungan yang didapat lewat utility computing berupa fleksibilitas untuk meningkatkan atau mengurangi sumber daya yang digunakan menggunakan sumber daya yang ada dan kemampuan untuk pemulihan ketika terjadi kegagalan. Kemampuan ini biasanya dilakukan menggunakan sistem virtualisasi dan otomatisasi.

Microsoft Garap Cloud Computing Di Kampus


JAKARTA: Microsoft Indonesia akan fokus menggarap layanan komputasi awan (cloud computing) di kampus karena sejalan dengan visi dari perusahaan raksasa peranti lunak tersebut dalam membantu mewujudkan knowledge base society.
Presiden Direktur Microsoft Indonesia Sutanto Hartono mengatakan Microsoft fokus membantu edukasi di Inonesia untuk menuju era digital yang diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi pelajar.
“Melalui kerja sama cloud computing, maka seluruh konten ditaruh di online, sehingga seluruh pelajar dapat mengakses,” ujarnya saat pemaparan kerja sama Microsoft Indonesia– Primagama dalam mengadopsi cloud computing, hari ini.
Menurut dia, Primagama telah mengadopsi layanan cloud computing dari Microsoft secara keseluruhan yang terdiri dari infratrsuktur, platform, dan software karena menggunakan server Microsoft. “Rencana ke depan, keinginan kami untuk lebih ke arah universitas.”
Sutanto menjelaskan dengan pengapalan komputer ke Tanah Air yang telah mencapai lebih dari 4,5 juta per tahun telah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran top dunia.
Namun, menurut dia, masih sekadar menjadi konsumen, belum terlibat terlalu banyak dalam proses pembuatan komputer tersebut, sehingga tidak memberikan nilai tambah.
Di sektor pendidikan, papar Sutanto, dibutuhkan teknologi untuk menuju era digitalisasi di kampus-kampus karena generasi muda saat ini lebih cnggih dalam hal teknologi dan informasi, sehingga memiliki tuntutan untuk konektivitas, mampu mengkses informasi maupun komunikasi di antara mereka sendiri.
Dia menjelaskan pasar di sektor pendidikan sangat potensial, mengingat jumlah pelajar di Tanah Air terus bertambah. Di sisi lain, diperkirakan sebelum 2020, 60% pelajar sudah online, sehingga akan melakukan proses belajar mengajar dengan online.
Lembaga bimbingan belajar Primagama mengadopsi layanan cloud dari Microsoft, guna membantu kegiatan belajar-mengajar melalui situs www.primagamaplus.com.
General Manager Primagama Adam Primaskara mengatakan Primagama ingin menjadi yang terdepan dalam inovasi teknologi pendidikan melalui kerja sama dengan Microsoft Indonesia.
"Melalui peluncuran situs belajar online ini, pelajar dapat belajar secara mandiri karena terus terhubung dengan materi pendidikan dan meneruskan proses belajar tanpa perlu terkait oleh waktu atau dibatasi oleh jarak dan tempat," ujarnya.
Menurut dia, lebih dari 1 juta soal-soal dari SD sampai SMA disimpan di bank soal, sehingga pelajar di Indonesia seperti memiliki guru privat secara online.
Dalam situs tersebut, kata dia, terdapat e-module dan video yang terdiri dari 1.300 materi yang disajikan oleh pengajar di Primagama

Menyongsong Era Komputasi Awan


Apa itu cloud computing (komputasi awan)? Istilah ini sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi mereka yang "bergelut" dengan Internet. Mengambil definisi yang dibuat National Institute of Standards and Technology, sebuah lembaga yang menetapkan standar dan teknologi di Amerika Serikat menyatakan komputasi awan merupakan model akses jaringan bersama dengan konfigurasi sumber daya yang menggunakan jaringan, server, storage (tempat penyimpanan data), aplikasi, dan layanan yang dapat digunakan setiap saat.
Masih bingung? Supaya mudah dicerna, sebaiknya langsung ke contoh penerapan cloud computing saja. Apabila Anda memiliki akun e-mail atau Facebook, misalnya, Anda dapat mengakses akun tersebut di mana pun, kapan pun, dan dengan perangkat apa pun asalkan terhubung dengan Internet. Artinya, perusahaan tempat Anda membuat akun itu telah menerapkan komputasi awan. Anda tidak perlu pusing memikirkan di mana mereka menyimpan data atau dengan teknologi apa jaringan itu bisa berjalan. Yang penting, Anda dapat mengakses informasi yang diinginkan dengan cepat dan aman.

Kecepatan dan keamanan menjadi isu penting dalam dunia cloud computing. Menurut General Manager Hewlett-Packard (HP) Software untuk Asia Tenggara, Damien Wong, setiap perusahaan penyedia solusi teknologi informasi tentu mengedepankan dua soal itu. "Tentunya klien akan kecewa jika sistem berjalan lambat atau ada risiko kehilangan data," katanya di Jakarta, Kamis lalu.
Mengenakan kemeja hitam dan jas berwarna senada, Wong menjawab setiap pertanyaan tentang berbagai peranti lunak buatan HP yang mendukung sistem cloud computing dengan tangkas. Berikut ini petikannya.

Bagaimana menurut Anda penerapan cloud computing di Indonesia?
Sejauh ini sudah cukup banyak perusahaan yang menggunakan layanan kami, khususnya untuk private cloud, misalnya perusahaan perbankan, telekomunikasi, dan manufaktur. Intinya, setiap usaha yang berbasis information technology pasti menerapkan komputasi awan.

Apa yang ditawarkan HP dalam memberikan solusi IT?
Pada software, kami memiliki berbagai aplikasi yang andal, seperti HP Application Lifecycle Management, di mana pengguna dapat mengatur sendiri daur hidup aplikasi yang mereka gunakan, mulai merencanakan, membangun, dan menerapkan aplikasi tersebut sesuai dengan kebutuhan bisnis.
Supaya kinerja aplikasi bisa berjalan dengan cepat, Application Lifecycle Management memiliki fitur HP LoadRunner. Fitur ini biasanya digunakan pada aplikasi yang memiliki traffic tinggi. Contohnya pada layanan Internet banking, nasabah paling banyak mengakses informasi saldo atau pengiriman dana, maka di situlah HP LoadRunner akan bekerja maksimal. Kami sudah pernah membuktikannya pada sebuah bank di Singapura. Ketika menerapkan fitur HP LoadRunner, aktivitas Internet banking mereka meningkat sampai 600 persen dalam tempo dua minggu.

Bagaimana jika terjadi kelebihan kapasitas sehingga mengakibatkan sistem berhenti bekerja?
Apabila terjadi lalu lintas data yang begitu padat pada satu layanan sampai membuat sistem mati, dibutuhkan waktu sekitar empat jam untuk memulihkannya karena harus dicari dulu bagian mana yang menyebabkan kekacauan itu. Untuk mencarinya, kami memiliki HP Diagnostic Tools Software, yang dapat mendeteksi unit yang mengalami kepadatan arus data.

Apakah cloud computing dengan lalu lintas informasi serta data yang begitu besar dan aplikasi yang sangat banyak bisa "berkompromi" dengan bandwidth yang relatif kecil?
Bandwidth memang menjadi "barang berharga" di dunia IT dan dikenal mahal. Tapi sebenarnya cloud computing bisa menyiasati terbatasnya frekuensi transmisi ini. Tentunya tidak semua perusahaan menggunakan seluruh aplikasi yang ada pada sistem komputasi awannya. Untuk "meringankan" beban, pengguna dapat memilih dan memilah aplikasi mana saja yang sering mereka gunakan dan yang sudah "usang".
HP memiliki Software Applications Portofolio Management, yang mampu membaca kinerja aplikasi mana yang sering dipakai, sesekali dipakai, atau menganggur. Dari situ, pengguna dapat memutuskan apakah aplikasi ini dipertahankan atau dihapus.

Sistem keamanan seperti apa yang diterapkan HP?
Sekarang ini sering kita dengar terjadi pencurian informasi melalui Internet. Kami mengantisipasinya dengan cara membenamkan sistem keamanan khusus pada aplikasi. Jadi bukan hanya sistemnya yang diberi pengamanan, tapi sampai pada aplikasinya.

Cloud Computing Masih Tantangan Besar di Pemerintahan


Jakarta - Cloud Computing --istilah teknologi yang belakangan sedang 'naik daun'-- diyakini bisa bermanfaat di pemerintahan. Namun, adopsinya masih merupakan tantangan besar.

"Setiap negara memiliki tantangan tersendiri yang unik tetapi, secara umum, semua pemerintah menghadapi masalah serupa yang berkaitan dengan bagaimana mereka menghabiskan anggaran mereka pada infrastruktur, dan pelayanan sosial dan warga negara," kata Ken Wye Saw, Vice President Public Sector for Asia, Microsoft.

Ken mengungkapkan hal itu dalam konferensi Accelerating Asia Pacific yang digelar Microsoft di Singapura, seperti dikutip detikINET dari keterangan yang diterima, Rabu (22/12/2010).

Saw mengatakan, di satu sisi pemerintahan perlu mengadopsi layanan publik yang lebih baik. Karena, ujarnya, rakyat saat ini lebih vokal dalam menuntut transparansi publik, keterlibatan dan akuntabilitas. Selain itu, lanjutnya, ancaman dan keamanan nasional telah menjadi lebih kompleks.

Oleh karena itu, Saw melihat sektor publik sebenarnya punya kepentingan dalam menerapkan cloud computing. "Saat ini perkembangan jumlah data adalah tantangan besar bagi sektor publik," ia mengungkapkan.

Microsoft, ujarnya, terus menggalang bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu memahami semua data ini. "Cloud menjadi proposisi menarik untuk data selain yang sensitif karena menawarkan kemampuan pemrosesan tanpa batas," kata Saw.

Meskipun, Saw mengakui, pemerintahan bisa resisten terhadap teknologi Cloud Computing. "Berbagai tantangan bagi cloud berputar di sekitar masalah politik dan kedaulatan daripada rincian teknis, tapi akhirnya kami percaya ekonomi terlalu menarik bagi sektor publik untuk mengabaikannya

Inovasi di Asia Pasifik

Dalam acara yang sama, Orlando Ayala, Chairman of Emerging Markets and Chief Advisor to the Chief Operating Officer Microsoft Corporation, mengatakan kawasan Asia Pasifik punya potensi besar untuk 'unjuk gigi'.

Menurut Ayala, negara-negara berkembang di Asia Pasifik seperti Indonesia berada di posisi yang tepat untuk meningkatkan daya saing nasional mereka. Apalagi, lanjutnya, Indonesia memiliki fokus dalam pendidikan untuk meningkatkan inovasi.

"Pada akhirnya, inovasilah yang akan mendorong daya saing nasional, dan kapasitas Asia Pasifik untuk melakukan inovasi sangat luar biasa," ujarnya.

Tentunya, hal itu tak akan datang tiba-tiba. Ayala menyarankan Indonesia untuk melakukan beberapa hal seperti membangun kapasitas keterampilan dan pengembangan tenaga kerja.

Selain itu, perlu juga dilakukan transformasi pendidikan, efisiensi penerapan e-government, memelihara ekosistem inovasi lokal serta memiliki kerangka kebijakan infrastruktur yang tepat.

Empat negara emerging market tercatat dalam 1/3 teratas dari negara-negara yang memiliki bakat ilmuwan dan engineer di Asia Pasifik. Keempatnya adalah Indonesia, Malaysia, China dan Thailand.

"Peranan teknologi informasi dalam mendorong daya saing nasional untuk negara-negara di kawasan Asia Pasifik sangat penting. TI sangat esensial untuk mendorong daya saing ekonomi nasional melalui inovasi di bidang pendidikan, model bisnis baru dan memperbaiki akses ke kemampuan ekonomi bagi masyarakat yang tertinggal," kata Phil Hassey, Director of IT research firm CapioIT.

Cloud Computing di Indonesia


Di kalangan pengembang aplikasi, diskusi topik cloud computing sedang menghangat. Teknologi ini membuat Anda tidak perlu banyak beri-investasi IT (hardware,software, personil,ruangan) karena semuanya bisa dibayar seusuai kebutuhan, benar2 ngeteng! Bagaimana perkembangannya di Indonesia?

Mengenal Cloud Computing

Untuk menikmati listrik di rumah, Anda tidak perlu membuat pembangkit listrik sendiri kan? Yang perlu Anda lakukan hanya membayar sesuai pemakaian ke PLN. Nah, kira-kira begitu juga gambaran singkat tentang Cloud Computing. Anda tidak perlu investasi besar-besaran untuk: sejumlah server, listrik, ruang server, staf operasional, storage, software dan biaya terkait pengelolaan infrastruktur IT lainnya. Anda tinggal bayar sesuai pemakaian, semacam sewa lah.

Anda juga bisa “seenaknya” menaikan/menurunkan spesifikasi infrastruktur tadi sesuai kebutuhan komputasi Anda. Jika Anda membutuhkan lebih banyak storage atau prosesor untuk minggu ini saja misalnya, abrakadabra, bisa Mas, asal mbayar :)

Buat pengembang aplikasi, cloud computing juga menjadi angin surga. Jaminan komputasi yang fleksibel membuat mereka tidak perlu (terlalu) khawatir tentang keterbatasan infrastruktur. Jika aplikasi membutuhkan pemrosesan data yang dahsyat (contoh facebook: mencari siapa yang kemungkinan bisa menjadi teman), Anda tinggal tambahkan hardware tanpa mengubah kode program (idealnya..hehe). Jadi, jika hari ini aplikasi Anda dipakai 10 user, dan besok-besok menjadi 10 juta user, ga perlu panik. Asal kuat mbayar ;)

Selain sewa infrastruktur yang fleksibel, bisnis cloud computing pun sudah bervariasi hingga menyentuh layanan aplikasi siap pakai yang dapat diakses lewat internet. Contohnya Salesforce, yang menjual layanan aplikasi Customer Relationship Management. Amazon malah sampai menyediakan layanan plus-plus (ehem…), macam sewa armada transportasi dan jaringan gudangnya. Dan seperti realitas di bisnis konvensional, ada juga yang berperan sebagai makelar/aggregator, yang mengumpulkan layanan berbagai provider lalu membuat paket-paket yang disesuaikan kebutuhan pengguna.

Prospek cloud computing di Indonesia

Asumsi dasar supaya bisnis cloud computing bisa berjalan adalah konektivitas “yang baik” antara pelanggan dengan provider cloud computing. Selain handal, yang disebut konektivitas “yang baik” juga harus cepat dan murah. Sialnya, hal mendasar semacam ini masih mimpi buat Indonesia ;) Belum lagi faktor-faktor penghambat lain macam data privacy & security atau belum standarnya bahasa pemrograman untuk mengendalikan cloud computing. So, saya tidak melihat bisnis ini akan menjadi mainstream buat dimainkan di Tanah Air dalam waktu dekat.

Sebaliknya, para pengembang aplikasi di Indonesia justru bisa mulai bermain bisnis ini untuk meraih pasar di luar Indonesia yang sudah siap (memiliki konektivitas lebih baik). Peluangnya dengan menjual konten, aplikasi, atau fungsi pemrosesan data. Infrastruktur Cloud computing bisa sewa ke Amazon EC/SC, Google AppEngine dan lain sebagainya. Imagination is the limit :)

Cloud Computing Tidak Butuh Bandwidth Besar


Jakarta (ANTARA News) - Microsoft Indonesia menyatakan bahwa Cloud Computing (Komputasi Awan) tidak terlalu memerlukan bandwidth besar karena terdapat aplikasi cloud yang hanya membutuhkan bandwidth kecil.

Dalam diskusi Microsoft di Pizza Boutique Jakarta Selasa, Tony Seno Hartono, National Technology Officer Microsoft Indonesia, mengatakan bahwa tidak semua aplikasi cloud computing memakan bandwidth yang besar seperti email.

Ketersediaan infrastruktur layanan jaringan Internet dan penetrasinya di Indonesia sudah cukup menunjang layanan Cloud Computing.

Saat ini terjadi pergeseran dalam penggunaan Internet di masyarakat dari perangkat PC beralih ke perangkat ponsel pintar.

"Saat ini Orang Indonesia lebih mengaplikasikan Internet dengan perangkat mobile dan penerapan Cloud Computing tidak hanya dari perangkat PC saja, berdasarkan data Indonesia berada dalam urutan ketiga pengguna Facebook terbesar di dunia," kata Seno.

Miscrosoft sebagai salah satu perusahaan peranti lunak terbesar di dunia telah menggelontorkan dana sebesar 20 juta dolar untuk membangun Microsoft Cloud Computing dan lebih dari 1 miliar orang menggunakannya.

Layanan Microsoft Cloud Computing seperti Microsoft Online (Exchange Online, SharePoint Online, Office Live Meeting, Office Communication Online, dan Exchange Hosted Service).

Microsoft menyediakan solusi Cloud Computing lengkap mulai dari solusi Software as a Service (SaaS), Platform as a service (Paas) dan Infrastructure as a Service (IaaS)

"Microsoft Cloud Computing memungkinkan biaya start up yang rendah dan hilangnya investasi modal karena pelanggan tidak perlu lagi membeli seluruh perangkat keras maupun lunak," kata Tony.

Microsoft juga mencipatakan kesempatan bagi mita di segala jenis mulai dari System Integrators, Independent Software Vendors (ISVs) yang dapat mengambil manfaat dari platform Windows Azure.

Dondy Bappedyanto sebagai General Manager PT INFINYS selaku salah satu mitra kerja Microsoft mengatakan layanan Microsoft Cloud Computing tidak memerlukan penyesuaian dan waktu yang lama bagi pengembang oleh karena itu kami tidak ragu mengadopsi solusi tersebut.

Di Indonesia, Microsoft telah bekerjasam dengan empat mitra lokal yang mendukung layanan online yaitu AGIT, PT Telkom Indonesia

“Microsoft Indonesia telah memiliki pengalaman pengembangan teknologi Cloud Computing lebih dari 15 tahun dan dukungan beberapa mitra lokal,” kata Tony.

Teknologi Cloud Computing


Cloud computing tidak lama lagi akan menjadi realita, dan ini akan memaksa para IT professional untuk cepat mengadaptasi yang dimaksud dengan teknologi ini. Akibat dari keadaan sosial ekonomi yang terus mengalami revolusi yang sangat cepat sehingga melahirkan cloud computing, dimana teknologi ini dibutuhkan untuk kecepatan dan realibilitas yang lebih dari teknology yang sebelumnya sehingga teknologi ini nantinya akan mencapai pada tingkat investasi dalam term cloud service yang cepat dan mudah.

Cloud sudah hadir di depan kita saat ini, namun apa itu cloud ? kemana tujuanya ? dan apa resikonya? dan bagaimana organisasi IT mempersiapkan ini ? itulah pertanyaan yang setidaknya akan hadir oleh beberapa praktisi ataupun peminat IT, Cloud computing pada dasaranya adalah menggunakan Internet-based service untuk meng support business process. Cloud service biasanya memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah:

Sangat cepat di deploy, sehingga cepat berarti instant untuk implementasi.

Nantinya biaya start-up teknologi ini mungkin akan sangat murah atau tidak ada dan juga tidak ada investasi kapital.
Biaya dari service dan pemakaian akan berdasarkan komitmen yang tidak fix.
Service ini dapat dengan mudah di upgrade atau downgrade dengan cepat tampa adanya Penalty.
Service ini akan menggunakan metode multi-tenant (Banyak customer dalam 1 platform).
Kemampuan untuk meng customize service akan menjadi terbatas.
Teknologi cloud akan memberikan kontrak kepada user untuk service pada 3 tingkatan:

Infrastructure as Service, hal ini meliputi Grid untuk virtualized server, storage & network. Contohnya seperti Amazon Elastic Compute Cloud dan Simple Storage Service.
Platform-as-a-service: hal ini memfokuskan pada aplikasi dimana dalam hal ini memungkinkan developer untuk tidak memikirkan hardware dan tetap fokus pada application development nya tampa harus mengkhawatirkan operating system, infrastructure scaling, load balancing dan lainya. Contoh nya yang telah mengimplementasikan ini adalah Force.com dan Microsoft Azure investment.
Software-as-a-service: Hal ini memfokuskan pada aplikasi denga Web-based interface yang diakses melalui Web Service dan Web 2.0. contohnya adalah Google Apps, SalesForce.com dan social network application seperti FaceBook.
Beberapa investor saat ini masih mencoba untuk mengekplorasi adopsi teknologi cloud ini untuk dijadikan bisnis sebagaimana Amazon dan Google telah memiliki penawaran khusus pada untuk teknologi cloud, Microsoft dan IBM juga telah melakukan investasi jutaan dollar untuk ini.

Melihat dari tren ini kita dapat memprediksi masa depan, standard teknologi akan menjadi lebih sederhana karena ketersediaan dari banyak cloud service.

Lalu apa resikonya ?
Sebagaimana yang dikatakan sebagai bisnis service, dengan teknologi cloud anda sebaiknya mengetahui dan memastikan apa yang anda bayar dan apa yang anda investasikan sepenuhnya memang untuk kebutuhan anda menggunakan service ini. Anda harus memperhatikan pada beberapa bagian yaitu:

Service level – Cloud provider mungkin tidak akan konsisten dengan performance dari application atau transaksi. Hal ini mengharuskan anda untuk memahami service level yang anda dapatkan mengenai transaction response time, data protection dan kecepatan data recovery.
Privacy - Karena orang lain / perusahaan lain juga melakukan hosting kemungkinan data anda akan keluar atau di baca oleh pemerintah U.S. dapat terjadi tampa sepengetahuan anda atau approve dari anda.
Compliance - Anda juga harus memperhatikan regulasi dari bisnis yang anda miliki, dalam hal ini secara teoritis cloud service provider diharapkan dapat menyamakan level compliance untuk penyimpanan data didalam cloud, namun karena service ini masih sangat muda anda diharapkan untuk berhati hati dalam hal penyimpanan data.
Data ownership – Apakah data anda masih menjadi milik anda begitu data tersebut tersimpan didalam cloud? mungkin pertanyaan ini sedikit aneh, namun anda perlu mengetahui seperti hal nya yang terjadi pada Facebook yang mencoba untuk merubah terms of use aggrement nya yang mempertanyakan hal ini.
Data Mobility – Apakah anda dapat melakukan share data diantara cloud service? dan jika anda terminate cloud relationship bagaimana anda mendapatkan data anda kembali? Format apa yang akan digunakan ? atau dapatkah anda memastikan kopi dari data nya telah terhapus ?
Untuk sebuah service yang masih tergolong kritis untuk perusahaan anda, saran terbaik adalah menanyakan hal ini se detail detailnya dan mendapatkan semua komitmen dalam keadaan tertulis.

Apa yang dilakukan Smart Company saat ini ?
Ada banyak kesempatan pada organisasi IT khususnya untuk mensosialisasikan cloud service. Banyak organisasi yang mencoba untuk menambahkan firut ini kepada infrastruktur yang mereka miliki sebelumnya untuk mengambil keuntungan dari “cloud bursting“; khususnya jika anda membutuhkan kapasitas ekstra atau ekstra aktifitas, anda dapat memanfaatkan cloud ketimbang melakukan investasi resource secara in-house.

Development/test dan beberapa aktifitas yang mirip juga menjadi tempat yang bagus untuk cloud, memungkinkan anda untuk mengurangi pengeleluaran perkapita dan biaya data center yang terus meingkat dari sisi kecepatan dan uptime.

Sedangkan perusahaan yang tidak segan segan untuk mengimplementasi teknologi cloud untuk data mereka dan menyimpan nya sebagai fasilitas mereka sendiri untuk memastikan kebijakan perusahaan tersimpan dengan baik tentunya akan lebih baik, sehingga memastikan proses komputerasisasi pada cloud sebagai sistem proses yang dibutuhkan akan lebih independen.

Apakah anda siap ?
Jika organisasi anda baru saja mengeksplorasi teknologi cloud ada beberapa cloud service yang sudah cukup mapan dan dapat di pertimbangkan misalnya sebagai e-mail service. Namun untuk masalah sekuriti, dengan mengembangkan internal infrastruktur anda menjadi model cloud akan lebih baik.

Dengan begini role IT kini ikut berperan dalam hal business model yang dibutuhkan untuk perekonomian saat ini. Bagaimana anda meningkatkan kecepatan dan uptime ? dan bagaimana anda dapat men support business operation dengan sedikit dan pengeluaran yang fix?

Langkah awal yang harus anda lakukan adalah mempelajari sistem kontrak dari cloud service. pastikan setiap process menjadi simple, dapat berulang ulang dan menjadi nilai tambah untuk bisnis anda.

Kedua, anda harus mengidentifikasi service apa yang dapat anda manfaatkan di dalam cloud dan mana yang seharusnya bersifat internal. Hal ini sangat penting untuk anda ketahui mengenai system dan service core yang dapat dimanfaatkan oleh bisnis anda. dan sebaiknya anda mengkategorikan beberapa elemen bisnis anda berdasarkan resiko dari penggunaan cloud service.

Langkah terakhir, anda harus melakukan strategi sourcing untuk mendapatkan biaya yang sangat murah, namun memiliki scalability dan flexibility untuk kebutuhan bisnis anda. Hal ini termasuk pertimbangan akan proteksi data ownership dan mobility, compliance dan beberapa element seperti halnya kontrak IT tradisional.

Kemana kita pergi..?(Cloud Computing)


Cloud computing dengan pembagai variasinya, SaaS, PaaS, IaaS sudah cukup sering kita dengar sehari-hari (walau tak sadar). Tapi entah kenapa saat Amazon mengumumkan EB (Elastic Beanstalk) ada sedikit perasaan excited yang tak bisa saya jelaskan penyebabnya.

Cloud Computing

Kita sudah terbiasa dengan e-mail semacam GMail, Live Mail ataupun Yahoo Mail. Google Docs, Zoho Docs dan beberapa variasi lain termasuk Google Apps dengan marketplacenya juga sering kita pakai, tanpa menyadari bahwa kesemuanya adalah layanan berbasis cloud computing.

Apa sih cloud computing? Apa yang membedakannya dengan model computing yang lain? Di artikel ZDNet ini disebutkan ada lima karakteristik cloud computing. Dua yang paling sering kita kenali adalah dynamic computing infrasturucture dan consumption based billing.

Dynamic computing infrastructure berarti kita bisa mendefinisikan secara run-time apa yang kita butuhkan. Suatu saat mungkin kita menyalakan 2 buah instan server untuk database dan web server. Saat kita melakukan launching produk kita kemudian menambahkan 2 buah instan server untuk mengantisipasi lonjakan traffic. Setelah itu 2 instan baru tadi bisa kita matikan kembali.

Consumption based billing tak perlu dijelaskan lagi. Meski tak semua pernah memakai EC2, pasti kita sudah familiar dengan konsep pay as you go-nya. Resource komputasi dihitung dalam satuan kecil sesuai pemakaian. Model semacam ini memungkinkan pengguna untuk melakukan estimasi budget secara akurat.

What is the big fuzz about EB?

Bagian paling menarik dari Elastic Beanstalk, menurut saya, adalah drop and deploy. EB menyediakan layanan “hosting” aplikasi java di atas Tomcat. Sebelumnya kita sudah akrab dengan layanan hosting LAMP atau IIS. Namun tidak ada solusi untuk maslaah High Availability di sana. Hosting umumnya hanya menyediakan storage terbatas, dan memori terbatas. Saat storage, memori atau cpu cycle tak lagi cukup maka kita harus berpindah paket yang mana bisa jadi sangat mahal.

Inti yang membuat cloud computing laku adalah sifat cloud computing yang IT service centric. Seperti slogan Debian, ada banyak tugas yang bisa dikerjakan sys admin selain mengurus server (terjemahan bebas), memang kita tak ingin mengurusi hal yang tak menjadi core business. Jika perusahaan minyak saya berkantor di gedung mewah, saya tak ingin pusing dengan masalah kebersihannya. Saya hanya ingin berurusan dengan minyak, titik.

Sebagai pengembang aplikasi tentunya kita juga tak ingin terlalu disibukkan oleh urusan infrastruktur. Membuat aplikasi sendiri sudah cukup susah apalagi harus mengurus infrastruktur. Infrastruktur harusnya bisa disetel auto-pilot.

Inilah yang berusaha diselesaikan oleh Amazon Elastic Beanstalk.

“You simply upload your application, and Elastic Beanstalk automatically handles the deployment details of capacity provisioning, load balancing, auto-scaling, and application health monitoring”

Voila. Vertical (Specialized) cloud. Autopilot on HA.

Where to go?

Amazon, Google, dan Microsoft punya tawarannya masing-masing terkait solusi data dan komputasi. Tapi solusi-solusi tersebut mengharuskan kita untuk belajar protokol baru. Bukannya belajar itu tidak baik tapi dari segi bisnis berarit diperlukan persyaratan tambahan untuk pindah ke cloud computing. Kita belum bisa secara mudah pada satu detik memindahkan proses bisnis kita ke cloud dan di detik selanjutnya memindahkannya kembali ke dalam data center kita. Either Amazon, Google dan Microsoft harus mencari pendekatan baru soal highly available dan scalable storage dan computing power atau kita sendiri yang mendorong protokol-protokol baru tadi menjadi sebuah standar.

Saya bermimpi dan berharap lebih banyak web app stack (populer) bisa diadopsi dan dibungkus seperti Elastic Beanstalk. Heroku (Rails), PHP Fog (PHP), AppHarbor (.NET), Amazon Elastic Beanstalk (Tomcat), Joyent (Free Node.js) dan entah apalagi setelah ini. Interesting times!

Kalau kamu, apa yang kamu inginkan dari cloud computing? How can it help you? Apa yang ingin kamu outsource ke cloud?

Masihkah cloud bisa di percaya?


Sudah tak terhitung sepertinya seberapa banyak kita bergantung pada cloud computing. Beberapa dari kita lebih suka menyimpan e-mail di gmail, yahoo, atau hotmail karena bisa diakses dari mana saja. Kita juga menyimpan foto di cloud untuk mempermudah proses berbagi. Bookmark juga kita simpan di cloud demi portabilitas dan berpartisipasi dalam social bookmarking.

Beberapa hari yang lalu, Magnolia, salah satu penyedia layanan social bookmark mengalami data loss (Friday Failure). Layanan pun harus dimatikan sementara dalam rangka melakukan data recovery. Pengguna pun tak bisa melakukan apa-apa selain mengikuti update proses recovery lewat twitter, dan berharap semoga layanan tersebut segera pulih kembali.

Kasus terbaru adalah Google, yang sempat error dan menganggap semua URL sebagai referensi malware. Faktor kesalahan manusia diklaim sebagai penyebabnya. Benar atau tidak, ini salah satu bukti bahwa sistem cloud bisa juga mengalami kegagalan.

Richard Stallman tidak percaya pada cloud karena sifatnya yang mirip proprietary software. Data Anda dipegang orang lain dan Anda hanya bisa berpangku tangan saat terjadi masalah.

Saya sendiri saat ini tidak punya banyak data di cloud. Meskipun demikian, jika layanan berbasis cloud ini gagal saya ngeri membayangkan dampak kolateralnya. Bayangkan saja jika Gmail tiba-tiba down. Begitu banyak yang memakai layanan ini, dan secara domino pasti berefek ke banyak orang dan mungkin sektor.

Mungkin di sinilah layanan offline benar-benar bersinar. Google Docs offline, GMail offline, dan lain sebagainya. Mungkin di sinilah juga value sinkronisasi bookmark Firefox ke Delicious atau Opera dengan Opera Sync-nya. Ketika cloud gagal, paling tidak kita masih punya data offline-nya.

Bagaimana dengan Anda? Di mana posisi Anda tentang pemakaian layanan berbasis cloud. Sepenuhnya percaya, setengah percaya ataukah menghindarkan diri dari cloud?

Apakah Cloud Computing Itu?


Sebelum sampai ke cloud computing, kita harus mulai dulu dari distributed computing. Seperti yang tercermin dari namanya, distributed computing berarti komputasi yang terdistribusi. Proses komputasi tidak terjadi dalam satu komputer saja akan tetapi didistribusikan ke beberapa komputer. Analoginya seperti kerja kelompok membuat kliping, semua anggota kelompok mencari bahan-bahan berdasarkan pembagian tugas kemudian bahan tersebut akhirnya dikumpulkan menjadi satu berbentuk kliping sebagai bentuk karya kelompok. Analogi lain bisa berupa kelompok-kelompok kerja lain semisal kantor, pabrik, dll. Intinya proses tersebar dalam kelompok, namun menghasilkan satu output. Ya, distributed computing adalah salah satu contoh parallel processing (pemrosesan paralel).

Grid computing adalah salah satu bentuk dari distributed computing. Jika distributed computing memandang sebuah proses komputasi berdasar bagaimana proses tersebut diselesaikan, grid komputer memandang sisi infrastruktur dari penyelesaian suatu proses. Grid computing adalah suatu bentuk cluster (gabungan) komputer-komputer yang cenderung tak terikat batasan geografi. Di sisi lain, cluster selalu diimplementasikan dalam satu tempat dengan menggabungkan banyak komputer lewat jaringan. Contoh grid computing misalnya: SETI@Home. Proyek SETI@Home bertujuan mencari kecerdasan ekstra terestrial (ET) dengan memanfaatkan resource komputer anggotanya yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Anda tinggal menjalankan sebuah program kecil saja. Program ini kemudian akan mendownload data dari proyek SETI@Home dan memprosesnya di komputer Anda. Hasilnya akan dikirimkan kembali ke SETI@Home sebagai bagian satu perhitungan besar.

Cloud Computing berbatas tipis dengan grid computing. Cloud computing memandang penyelesaian suatu proses dari sisi pemakaiannya. Dalam cloud computing, berarti si pemakai sama sekali tidak memiliki resource yang dipakai untuk memproses permintaannya. Data yang disedikan pemakai layanan akan diproses dalam suatu jaringan besar yang self-regulating (bisa mengatur dirinya sendiri). Pemakai hanya tahu hasil akhirnya saja tanpa tahu detil siapa yang memproses permintaannya, dimana diprosesnya dan dimana datanya tersimpan. Semua detil tersebut tertutup awan. Contoh cloud computing misalnya: Amazon EC2, SalesForce.com, Google App Engine, Yahoo! BOSS dan lain-lain.

Dengan semakin hebatnya pengaruh internet dalam kehidupan kita sehari-hari, cloud computing sepertinya akan semakin menarik saja. Apalagi sekarang device-device yang bisa dipakai mengakses internet semakin tersedia di mana-mana dengan bentuk yang makin portable. Yang hari ini masih di film, beberapa tahun lagi bisa dinikmati di dunia nyata. Ugh! Tidakkah Anda excited?

PS:
Distributed computing tidak terbatas pada aktivitas perhitungan saja. Penyimpanan (storage) juga termasuk dalam distributed computing.

Apakah tulisan ini sudah bisa menjelaskan cloud computing pada Anda? Perlukan Navinot menuliskan hal-hal lainnya tentang cloud computing? Apa yang ingin Anda baca setelah artikel ini?

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms